Welcome Pontianak Centre

Jumat, 22 Oktober 2010

Bagian Pengelolaan Aset Pemkot Tak Becus

 News

PONTIANAK. Pengelolaan aset yang lemah menjadikan BPK-RI memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap Laporan Keuangan Kota (Pemkot) Pontianak 2009. Hal ini menunjukkan bagian pengelolaan aset tidak becus melaksanakan tugasnya. Sementara DPRD Kota Pontianak kesulitan mengawasinya.

“WDP itu karena permasalahan pengelolaan aset, berarti bagian asetnya yang tidak becus,” kata Rudi Hartono SH, Ketua Fraksi Reformasi DPRD Kota Pontianak ditemui di ruang kerjanya, Selasa (5/10).

Ketidakbecusan pengelolaan aset tersebut, kata Rudi sangat sulit diperbaiki, karena DPRD Kota Pontianak tidak dapat menjalankan fungsi pengawasannya. “Bagaimana kita mau mengawasi kalau kita meminta data aset Kota Pontianak saja tidak boleh,” sesalnya.

Dia mengungkapkan, beberapa komisi di DPRD Kota Pontianak telah berkali-kali meminta data mengenai aset di Kota Pontianak, dengan harapan, bila data tersebut diketahui, tentunya wakil rakyat itu akan dapat menjalankan fungsi pengawasannya terhadap pengelolaan aset.

Wakil rakyat tidak mendapatkan atau tidak mengantongi data aset Kota Pontianak itu, kata Rudi, karena bidang pengelolaan aset tidak memberikannya, alasan mereka hal tersebut merupakan rahasia negara. “Kalau data aset itu dirahasiakan ke dewan, lalu bagaimana dengan fungsi wakil rakyat dalam mengawasi pelaksanaan pengelolaannya,” tanyanya.

Rudi menilai, hendaknya bagian aset itu memberikan data aset ke wakil rakyat, karena hal tersebut demi kepentingan publik. “Bagian aset seharusnya transparan kepada dewan,” harapnya.

Sebelumnya, Walikota Pontianak H Sutarmidji SH MHum mengatakan, opini BPK-RI terhadap Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2009 karena lemah dipencatatan dan penilaian aset. “Beberapa aset belum memiliki sertifikat. Perbedaan nilai aset dahulu dengan sekarang itu juga menjadi kelemahan kita,” akunya.

Kelemahan tersebut lebih pada persoalan administrasi. Untuk memperbaikinya, sebenarnya Sutarmidji mengharapkan terbentuk semacam dinas atau badan tersendiri yang mengurusnya. “Tetapi aturan tidak membolehkan, ini yang menjadi persoalan,” katanya.

Pentingnya pencatatan dan penilaian aset Kota Pontianak ditangani secara tersendiri tersebut, karena setiap tahun aset terus bertambah dan tidak mungkin mampu hanya ditangani bidang-bidang tertentu.

Kendati demikian, Sutarmidji tetap optimis akan dapat memperbaiki opini BPK-RI itu menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada tahun anggaran berikutnya.

Hal ini menunjukkan kalau Sutarmidji “belum puas” terhadap apa yang dicapainya pada laporan keuangan tahun pertama dia menjadi kepala daerah di Bumi Khatulistiwa ini.

Padahal, opini BPK-RI terhadap Laporan Keuangan Kota Pontianak Tahun Anggaran 2009 lebih baik dari tahun sebelumnya, dari tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion) menjadi WDP atau terjadi dua kali peningkatan.

Membaiknya opini BPK-RI terhadap laporan keuangan Kota Pontianak tersebut tentunya bukan suatu yang mudah, karena banyak daerah masih kesulitan mencapainya. Sutarmidji menjelaskan, untuk mencapai opini WDP tersebut, hal pertama yang harus dilakukan yakni taat aturan administrasi laporan keuangan sesuai Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).

Selanjutnya, menertibkan semua laporan di masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Pontianak per triwulan. “Tidak boleh telat, misalnya SPJ untuk triwulan pertama (Januari-Maret) batas terakhir penyerahan laporannya pada akhir April, begitu seterusnya pada triwulan berikutnya,” terang Sutarmidji.

Selain menekankan pada penertiban laporan per triwulan, Sutarmidji juga mengharuskan transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran. Hal itu yang akan terus dilakukannya, sehingga tahun depan dia optimis Laporan Keuangan Kota Pontianak akan menjadi WTP.

Terkait pengelolaan aset daerah, Sutarmidji akan mengevaluasi semua perjanjian. Bila pihak ketiga tidak taat dengan isi perjanjian, pengelolaan aset diambil alih Pemkot Pontianak. “Kalau semua tidak taat, kita akan putuskan perjanjian itu,” tegasnya.

Kalau memang pihak pengelola aset daerah merasa dirugikan, dipersilakan untuk menggugat secara perdata. “Tetapi apapun putusan gugatan itu, Pemkot tetap akan mengelolanya (seperti kasus PCC, red),” kata Sutarmidji.

Apabila pihak pengelola minta aset daerah itu dieksekusi kata Sutarmidji, jelas tidak bisa dilakukan. “Karena ini bukan sengketa objek, tetapi masalah hak pengelolaannya, bagaimana kita mau mengeksekusinya,” ujarnya.

Diantara pengelolaan aset daerah yang menjadi sengketa belakangan terakhir ini, yaitu terkait Kapuas Indah, Rumah Toko (Ruko) Pasar Flamboyan, Pasar Mawar dan lainnya. “Sekalipun penggugat menang perkara, karena aset daerah tidak sebagai objek perjanjian, tetapi terkait hak pengelolaan aset daerah, maka tidak bisa dieksekusi,” kata Sutarmidji.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar