Welcome Pontianak Centre

Jumat, 22 Oktober 2010

Kebocoran Retribusi Parkir Capai 30 Persen



PONTIANAK. Selama ini kontribusi retribusi parkir terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Pontianak belum maksimal. Pasalnya, kebocoran selalu terjadi setiap tahun.

“Kalau kita lihat dari analisa dan hasil diskusi secara umum, baik di Komisi maupun Badan Legislasi, retribusi parkir mencapai 30 persen,” ungkap Uray Henny Novita, Anggota Komisi B DPRD Kota Pontianak ditemui usai Rapat Dengar Pendapat Umum Badan Legislasi (Banleg) DPRD Kota Pontianak dengan Stakeholder Kota Pontianak terkait Raperda Perizinan Tertentu di ruang rapat paripurna, Rabu (13/10).

Kebocoran retribusi parkir tersebut jelas Henny, karena terkait persoalan sistem perparkiran di Kota Pontianak. “Ini membuat kita sangat prihatin, karena potensi yang cukup besar, tidak sepenuhnya masuk ke daerah,” ujarnya.

Retribusi yang dimaksudkan Henny, bukan terhadap perusahaan perparkiran, karena parkir yang diselenggarakan perusahaan itu dikenakan pajak bukan retribusi. “Tempat-tempat parkir yang kecil-kecil itu yang rentan terjadi kebocoran, karena sulit mengawasi dan lainnya,” katanya.

Henny mengungkapkan, hal tersebut telah disampaikan ke instansi terkait, berbagai upaya pun telah mulai dilakukan untuk meminimalisir kebocoran retribusi parkir tersebut. “Kita juga sedang mengkaji sistem ke depannya, agar tidak terjadi kebocoran,” ungkapnya.

Dia belum menjelaskan, sistem apa yang dimaksud, yang jelas sistem tersebut menerapkan pola take and give (saling memberi dan menerima), artinya pemerintah memberikan pelayanan kepada masyarakat dan juga mendapatkan pemasukan untuk meningkatkan PAD secara optimal melalui retribusi perparkiran itu.

Bersama instansi terkait, legislatif mencoba menemukan pola yang tepat, agar potensi di tempat-tempat parkir yang kecil-kecil itu dapat tergarap maksimal. “Ketimbang yang besar-besar, tempat-tempat parkir yang kecil-kecil itu lebih banyak yang bocor,” kata Henny.

Padahal, seyogianya tarif parkir yang berbeda antara yang ditetapkan pemerintah dengan yang dipraktikkan juru parkir di lapangan mampu menghindari kebocoran retribusi. Tetapi, hal itu tidak terjadi.

Terpisah, Anggota Komisi C DPRD Kota Pontianak Pramono Tripambudi mengatakan, sebelum selesainya Raperda Retribusi yang sedang dibahas, tarif parkir untuk kendaraan bermotor roda dua hanya Rp 500 untuk tempat parkir resmi atau legal.

“Tarif parkir itu Rp 500 untuk kendaraan bermotor roda dua, tetapi itu hanya berlaku di titik parkir yang resmi atau legal di Kota Pontianak, kalau di tempat ilegal tidak mau jukir-nya (juru parkir) dibayar Rp 500, maunya Rp 1.000,” ungkap Pramono.

Sementara bila dibandingkan yang resmi, titik parkir yang ilegal lebih banyak. “Untuk membedakan mana titik parkir resmi dan tidak lihat saja seragam jukirnya,” kata Pramono.

Jukir resmi mengenakan seragam warna biru yang dikeluarkan Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak. Beberapa persen dari pendapatannya masuk ke kas daerah.

Bila dibandingkan, kata Pramono, jukir resmi lebih sedikit ketimbang yang ilegal di Kota Pontianak. “Tetapi, pemerintah tidak menertibkan jukir ilegal ini, karena akan menghabiskan energi saja, apalagi ini kaitannya dengan orang mencari nafkah,” terangnya.

Dari pada menghabiskan energi, Pramono menyarankan Pemkot Pontianak untuk melegalkan titik-titik parkir yang ilegal itu beserta jukirnya. Dengan melegalkan parkir-parkir liar di Kota Pontianak, tentunya pendapatan di daerah akan bertambah, karena menurut Pramono, potensi pemasukan dari parkir ini cukup besar.

Dia menilai, potensi pendapatan dari parkir cukup besar, karena melihat pertambahan jumlah kendaraan bermotor di Pontianak, serta semakin banyaknya perparkiran. Peluang peningkatan PAD dari retribusi parkir menurut Pramono, hendaknya segera diambil. “Pemkot dapat bekerjasama dengan jukir-jukir itu, berapa persen misalnya hasil dari parkir itu masuk ke kas daerah,” sarannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar