Welcome Pontianak Centre

Jumat, 22 Oktober 2010

Kisruh Bundaran Ayani II Tagih Komitmen Dinas PU Kalbar


PONTIANAK. Rencana Dinas Pekerjaan Umum (PU) membelah bundaran Ayani II mendapat apresiasi legislator Kalbar. Rencana tersebut diharapkan tidak hanya sebatas wacana semata.

“Kalau memang semuanya sudah siap, jangan ditunda lagi. Belah saja bundaran itu,” tegas HM Ali Akbar AS SH, anggota Komisi C DPRD Kalbar bidang pembangunan kepada Equator, kemarin.

Pembelahan yang dimaksud Ali Akbar, membagi bundaran menjadi dua jalur, hingga tidak berbentuk lingkaran lagi. “Pembelahan ini tidak akan menyulitkan masyarakat yang melintas,” yakinnya.

Rencana dinas PU membelah bundaran, merupakan reaksi sikap ngotot tiga pemilik tanah bundaran Ayani II. Mereka tidak mau melepaskan tanah miliknya sesuai harga tawaran pemerintah. Pihak PU mengaku sudah meminta BPN (Badan Pertanahan Negara) Kalbar untuk mengukur ulang tanah tersebut, mana yang milik negara dan mana milik masyarakat.

Meski demikian, Ali Akbar secara pribadi tetap menginginkan polemik bundaran itu dapat selesaikan secara baik-baik. “Intinya, bagaimana pengerjaan bundaran itu bisa dilanjutkan, tapi tidak ada yang merasa dirugikan,” cetusnya.

Seperti diketahui, tanah di lokasi bundaran dimiliki lima orang. Masing-masing milik nyonya Antje sebanyak 960 meter persegi, Piet Frisp Pepah sebanyak 507 meter persegi dan 1582 meter persegi (belakang dikabarkan dijual ke Andreas Pharolin), Jiji Semanti sebanyak 68 meter persegi, S Adijanto sebanyak 3134 meter persegi, serta Liyanti Fely sebanyak 1806 meter persegi. Waktu mulai dibangun tahun 2005, tim pembebasan lahan pemerintah mematok harga Rp135 ribu untuk pembebasan tanah bundaran tersebut. Namun harga ini ditolak para pemilik tanah yang meminta harga dinaikkan.

Harga pembebasan lahan kemudian dinaikkan Rp285 ribu permeter persegi. Harga ini tetap ditolak Jiji Semanti, Piet Frisp Pepah termasuk Andreas Pharolin. Mereka merasa harga itu tidak cocok karena terlalu murah. Mereka menyewa pengacara, Andel SH untuk menggugat pemerintah secara perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Mempawah.

Oleh PN Mempawah, pemilik tanah dimenangkan. Hal yang sama juga terjadi di Pengadilan Tinggi (PT) Kalbar saat kedua belah pihak banding. Sekarang kasus ini masih dalam tahap kasasi di Mahkamah Agung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar