Welcome Pontianak Centre

Kamis, 28 Oktober 2010

Ingin Selamatkan Uang Negara, Malah Dijerat Korupsi Bulldozer Membawa Sugimin ke Penjara



 


Sebuah bulldozer menyebabkan mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak, Sugimin menjadi tersangka. Sejak Selasa (26/10) sore dia resmi ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIA, atas tuduhan kasus korupsi.
 


 

PENAHANAN Sugimin bersama salah satu kepala seksi di Badan Penanggulangan Bencana, Sukoco mengejutkan jajaran Pemkot Pontianak. Mereka baru mengetahui prihal penahanan tersebut, Rabu (27/10) dari Pontianak Post. “Saya baru tahu pagi ini,” ujar Wakil Wali Kota Pontianak, Paryadi di ruang kerjanya kemarin. Sebelum diwawancarai koran ini, Paryadi bertemu dengan Inspektorat Kota Pontianak, Biro Hukum Pemkot, dan beberapa asisten.Paryadi menyatakan pemkot belum mendapat laporan resmi dari kejaksaan tentang penahanan Sugimin dan Sukoco atas dugaan kasus korupsi. Padahal keduanya masih menjadi bagian dari pemerintahan. Sugimin kini menjabat sebagai Direktur PD Kapuas Indah, dan Sukoco merupakan salah satu kepala seksi di Badan Penanggulangan Bencana, sehingga selayaknya pemkot diberi tahu.
Atas penahanan keduanya, pemkot sudah meminta badan hukumnya untuk melakukan pendampingan. Namun, dalam pidana korupsi pemkot tidak bisa terlibat langsung. Kecuali kasus perdata dan tata usaha.“Kami akan tanyakan kepada keluarga terkait penahanan ini. Pemkot juga akan membantu menyiapkan bukti dan administrasinya,” kata Paryadi.Kasus dugaan korupsi ini bermula pada 2008 ketika Sugimin menjabat sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak. Ketika itu Sukoco bertugas di Balai Pengembangan Teknologi dan Kontruksi. Pada masa jabatan keduanya, DKP menganggarkan pengadaan bulldozer. Pertimbangannya, alat berat itu dibutuhkan karena intensitas sampah di TPA Batulayang cukup banyak. Didukung adanya kerjasama pengolahan sampah dengan PT Gikoko sehingga perlu percepatan proses penumpukan sampah. Bulldozer yang ada berusia tua, lebih dari 10 tahun. “Lalu dilaksanakan tender. Diperoleh pemenangnya. Namun, setelah DKP membayar panjar sekitar Rp300 juta, timbul masalah,” ungkap Paryadi.
Muncul protes dari beberapa pihak tentang proses pengadaannya. Iklan lelang hanya dicetak dalam 10 eksemplar koran lokal. Sedangkan koran yang dijual di pasar pada hari yang sama tidak tercantum iklan lelang. Melihat hal itu, Sugimin membatalkan pengadaan untuk menghindari masalah di kemudian hari. Pada 2009, pemenang lelang mengembalikan sekitar Rp100 juta. Sedang sisanya dikembalikan pada tahun ini.
“Saya melihat Pak Sugimin malah berusaha mencegah agar tidak terjadi masalah yang menimbulkan kerugian negara. Uang panjar juga dikembalikan secara utuh ke kas daerah. Atas tuduhan apa Pak Sugimin ditahan, tanya saja kejaksaan. Nanti kami siapkan berkas pengembalian uang ke kas negara tersebut,” ujar Paryadi.
Sebelum ditangani kejaksaan, kasus pengadaan bulldozer ini juga menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan Kalbar atas Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan Pemkot Pontianak tahun 2009. Berdasarkan penjelasan LHP BPK tersebut, kejadian bermula pada 2008 Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak menganggarkan peningkatan peralatan kebersihan. Jumlah yang dianggarkan sebesar Rp1,6 miliar untuk membeli alat berat berupa bulldozer. Sebagai penyebarluasan informasi pengadaannya, dilakukan pemasangan iklan pada media lokal dan nasional tanggal 23 April 2008. Kemudian DKP melanjutkan proses lelang, dan akhirnya ditetapkan pemenang lelang. Perjanjian kerja dibuat dengan kontrak pada 17 Mei 2008 dengan nilai mencapai Rp1,59 miliar. Jangka waktu pelaksanaannya selama 45 hari. Pada 30 Mei 2008, DKP membayar uang muka kepada perusahaan pemenang tender sebesar Rp318,9 juta.
Tetapi timbul masalah pada pengumuman tender. Sekelompok masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat protes terhadap pengadaan bulldozer tersebut. Berdasarkan surat dari CV Ariqa pada 16 Juni 2008 dan Asosiasi Pengusaha Muda Konstruksi Indonesia pada 20 Agustus 2008, diketahui bahwa pengumuman lelang pekerjaan pengadaan bulldozer di media cetak lokal maupun nasional tidak ada. Sehingga pengadaan dibatalkan.

Ketika dikonfirmasi Pontianak Post saat ditetapkan menjadi tersangka beberapa bulan lalu, Sugimin mengaku akan menghadapinya karena merasa tidak bersalah. "Saya tidak ada makan uangnya. Malah saya ingin menyelamatkan uang negara," katanya. Menurut Sugimin, pada 2008 dilaksanakan tender alat berat. Nilainya sebesar Rp1,65 miliar. Dinas membayar uang muka kepada pemenang tender sebesar Rp310 juta. Namun, setelah pembayaran, ada protes yang menyatakan bahwa tender ada kejanggalan, yakni tidak diumumkan di koran secara wajar. “Akhirnya saya batalkan dan meminta uang muka dikembalikan. Hingga saat ini, sebagian sudah dikembalikan. Masih tersisa sekitar Rp190 juta yang belum dikembalikan,” ujar Sugimin, sambil mengatakan kontraktor pemenang tender memiliki komitmen untuk mengembalikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar