Welcome Pontianak Centre

Minggu, 24 Oktober 2010

Azas Kurang Komunikasi Sistim Presidensil Tidak Mengenal Mosi Tak Percaya


PONTIANAK--Langkah lima fraksi menyatakan mosi tidak percaya terhadap Ketua DPRD Kota Pontianak merupakan substansi persoalan komunikasi politik yang tersumbat. Sekaligus mengingatkan pimpinan agar mampu menempatkan peran legislatif dalam pemerintahan. Demikian pandangan pengajar Fisip Untan Gusti Suryansyah, Sabtu (23/10) malam. Menurut dia, jembatan komunikasi formal maupun informal diinternal legislatif sangat penting. Sehingga tidak menimbulkan persoalan yang muncul ke tengah publik. Sebab permasalahan yang mengemukan tak lebih merupakan penanda disharmonisasi di lingkungan legislatif. Tidak mampu menjadi kekuatan hukum yang mengikat.
“Sebab dalam literatur politik Indonesia sebagai penganut sistim presidensil tidak mengenal istilah mosi tak percaya. Kecuali di negara penganut sistim politik parlementer,” kata Suryansah. Maka, lanjut dia, upaya mosi tidak percaya sejumlah fraksi DPRD Kota Pontianak tidak jelas jika melihat sistem ketatanegaraan yang dianut Indonesia.
Suryansyah menjelaskan, Kota Pontianak merupakan bagian dari NKRI. Sehingga sistem politik bangsa secara keseluruhan adalah sama. Karena itu, dia menganggap penyampaian mosi tidak percaya menjadi tidak tepat. Sebab ada langkah lain yang sesuai mekanisme untuk menyampaikan ketidakpuasan terhadap kinerja ketua dewan.
Menurut Suryansah, langkah protes anggota dewan dapat disampaikan secara internal. Misalnya melalui Badan Kehormatan. Karena itu, dia ikut menyayangkan penyampaian mosi tidak percaya sewaktu rapat paripurna. Terlebih dalam sidang tersebut diikuti pihak diluar dewan. Yakni unsur Muspida. Sebab masalah internal penyelesaiannya melalui mekanisme internal akan lebih baik ketimpang disaat paripurna mendengar pidato walikota.
Lebih jauh Suryansyah mengatakan, sikap sejumlah fraksi seperti kelatahan. Hal serupa yang dipertontonkan Komisi III DPR-RI kepada unsur pimpinan, berkenaan mereka (unsur pimpinan, red) mengundang Timur Pradopo menjelang uji kelayakan pencalonan sebagai Kapolri. “Padahal terminologi politik Indonesia tidak mengenal mosi tidak percaya. Ini yang mesti dipahami,” kata dosen pengasuh ilmu politik Untan ini.
Ia menambahkan, konsilidasi secara internal dewan perlu dilakukan serta membangun komunikasi secara formal maupun informal dalam menyelesaikan persoalan mosi yang disampaikan.

Kurang Komunikasi
Koordinator Daerah Kota Pontianak DPD Partai Demokrat Kalimantan Barat Setyo Gunawan berharap mosi tak percaya sejumlah fraksi terhadap Ketua DPRD Kota Pontianak Hartono Azas bisa diselesaikan secara arif dan bijaksana.
Dia menilai, permasalahan tersebut lebih kepada belum maksimalnya komunikasi antara Azas sebagai Ketua Dewan dengan legislator lainnya sehingga terjadi ketidakpuasan. “Saya melihatnya ini hanya sebatas komunikasi saja yang mesti dibangun lebih intensif antara pimpinan dan anggota,” kata Setyo yang juga anggota DPRD Kalbar ini.
Dia juga berharap agar Hartono Azas ke depannya bisa lebih intensif mengakomodir para legislator untuk menjembatani komunikasi antara legislatif dan eksekutif.
Beberapa permasalahan yang dikeluhkan sejumlah fraksi di DPRD Kota Pontianak terhadap kinerja Azas diantaranya, ia tidak memberi keseimbangan antara legislatif dan eksekutif sehingga dianggap lemah.
Azas juga dianggap tidak mampu berbuat ketika ada pernyataan wali kota tentang alasan ketidakhadiran SKPD. Juga dianggap tidak mampu mengambil sikap ketika dilecehkan institusi lain.
“Saya melihat inti permasalahan ini adalah faktor komunikasi saja yang mungkin belum terakomodir secara intensif. Ini jadi koreksi dan masukan positif juga untuk perbaikan ke depan,” ujarnya.
Menurutnya, DPRD merupakan lembaga politik di mana seorang pimpinan harus bisa mengakomodir masukan dari sejumlah fraksi-fraksi. “Ini koreksi yang bagus supaya ke depan tidak terjadi lagi,” katanya.
Namun demikian, Setyo menyayangkan jika mosi tersebut disampaikan sejumlah fraksi pada sidang paripurna yang mengundang para muspida termasuk Wali Kota Pontianak. “Seharusnya bisa disampaikan secara internal. Tidak mesti pada sidang tertinggi di lembaga kedewanan,” katanya.
Sementara sejumlah anggota DPRD Kota Pontianak dari Fraksi Partai Demokrat belum mau mengomentari terlalu jauh mengenai aksi tersebut. “Kami belum ada komentar tentang itu,” kata Wiseno Sudarmo, anggota Fraksi Demokrat DPRD Pontianak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar