KETAPANG--Aktivis pemuda yang tergabung dalam Kelompok Pecinta Alam (KPA) Khatulistiwa Ketapang, mendesak agar Pemkab. Ketapang segera melakukan langkah nyata dalam mengatasi kerusakan hutan dan lingkungan hidup secara nyata. Sebagaimana disampaikan oleh Zainudin, Wakil Ketua KPA Ketapang, bencana banjir yang terjadi beberapa waktu lalu tidak berdiri sendiri namun ada kaitannya dengan perilaku dalam pengelolaan alam dan ekosistemnya.“ Bencana banjir besar yang terjadi di kecamatan perhuluan (Laur, Hulu Sungai, Sandai, Tayap, Muara Pawan) dan kecamatan pesisir (Benua Kayong dan MHS) bukan semata-mata bencana alam biasa, namun ini merupakan imbas dari perilaku pengelolaan lingkungan hidup yang tidak bertangungjawab. Tutupan hutan semakin berkurang karena kebakaran hutan, illegal logging dan konversi lahan untuk perkebunan kelapa sawit,” ujar Zainuddin
Menurutnya diperlukan upaya sistematis melalui penghijauan dan reboisasi untuk memulihkan kembali fungsi strategis lahan-lahan terbuka dan kritis. Tidak kalah penting, tentu saja pelibatan masyarakat secara aktif untuk ikut serta dalam program penyelamatan lingkungan hidup di sekitar mereka. Budaya menanam pohon hendaknya harus terus ditumbuhkembangkan sehingga pemanfaatan sumberdaya alam dapat seimbang dengan pelestariannya.KPA Khatulistiwa Ketapang juga mendesak Pemkab Ketapang melakukan langkah konkrit di lapangan. Salah satunya adalah meninjau kembali perizinan perkebunan pada lahan-lahan gambut dan areal hutan yang mempunyai fungsi startegis dalam pengaturan tata air dan iklim mikro.
”Perkebunan sawit, dimana-mana menimbulkan pertentangan dan konflik baik secara horizontal (masyarakat) maupun vertikal (pemerintah, aparat). Pertambahan penduduk, meningkatnya kebutuhan kayu/bahan bangunan, minimnya lahan sawah atau kebun serta marginalnya masyarakat di dalam dan sekitar perkebunan akan menjadi bom waktu konflik yang berkepanjangan antara masyarakat dengan pemilik modal,” papar Dani Isyuliadi dari LSM K3 KetapangPerkebunan kelapa sawit yang berinvestasi di Ketapang telah menyebabkan berkurangnya luasan hutan. Tidak itu saja, banyak masyarakat di dalam dan sekitar hutan yang menjual kebun dan tembawangnya. Secara sesaat menmberikan keuntungan secara finansial namun dikemudian hari akan menjadi penonton dari sebuah bisnis besar yang akan menyesakan dada masyarakat itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar