SINGKAWANG-Dideadline oleh PT PLN Pembangkit Sumatra II Proyek Pembangkit PLTU Kalbar, pemilik tanah lantas menyurati Presiden RI soal tanahnya yang belum dibebaskan oleh perusahaan listrik tersebut.
PLN yang akan membangun pembangkit PLTU Tanjung Gundul mendeadline hingga 28 Oktober ini, agar pondok-pondok yang ada di lokasi tanah milik Norhusen Slapi dibersihkan. Sebab, PLTU akan dilakukan pembangunannya. Kuasa hukum pemilik tanah, Bambang Setiadi kepada Pontianak Post mengatakan, tanah milik kliennya (Norhusen Slapi) mencapai empat hektar dan 2,5 hektar milik kliennye bernama Suherman yang belum dibebaskan oleh PLN.
“Ulang tahun PLN saat ini, kita surati Presiden RI dan Dirut PLN agar masalah pembebasan lahan diselesaikan. Klien kita sudah bilang tidak akan menghambat pembangunan PLTU. Tapi, tentu harus diselesaikan dulu pembebasan lahan. Sampai saat ini, tanah Nurhusen dan Suherman belum dibebaskan. Padahal, kedua klien kami itu sah pemiliknya,” kata Bambang, kemarin.
Menurutnya, tanah kliennya itu sudah dimanfaatkan sejak tahun 1960-an secara turun temurun yakni dengan melakukan penyaringan pasir kuarsa hingga saat ini dan surat tanahnya juga ada. “Perkembangannya, tanpa sepengetahuan klien kami, tanah yang dikuasainya tersebut telah masuk dalam proyek pembangunan PLTU 2 Kalbar tanpa memperoleh ganti rugi pembebasan oleh Tim 9 Pemkab Bengkayang maupun dari PLN Pembangkit PLTU Kalbar,” katanya.
Diakui, kliennya sudah beberapa kali mengadukan masalah tersebut secara lisan maupun tulisan kepada Camat Sui Raya Kepulauan maupun Ketua Tim 9 Pemkab Bengkayang. Sampai saat ini, belum memperoleh penjelasan dan respon yang baik, sehingga klien kami merasa dirugikan atas pembebasan lahan yang disinyalir tidak tepat sasaran dari merugikan klien kami,” katanya.
Ditambahkan, pihaknya juga menanggapi surat dari Manajer PLTU Tanjung Gundul tersebut, I Wayan Sumidiarsa yang ditujukan kepada Ketua RT Dusun Tanjung Gundul dan tokoh-tokoh masyarakat untuk membersihkan pondok bangunan pengerjaan penyaringan pasir kuarsa di atas lahan Nurhosen. “Surat tersebut merupakan bentuk adu domba antara sesama warga dan upaya sewenang-wenangan perampasan hak keperdataan dari PLN terhadap rakyat kecil,” kata dia.
Kata Bambang, pihaknya tetap akan mempertahankan lahan tersebut dan mengabaikan surat dari PLN tersebut. “Kita tetap bertahan sebelum adanya upaya penyelesaian ganti rugi dengan iktikad baik dan cara kondusif,” kata dia. Sebelumnya, Norhusen memperlihatkan surat dari Manajer PLTU Tanjung Gundul kepada Ketua RT Dusun Tanjung Gundul dan tokoh masyarakat.
Surat tertanggal 22 Oktober itu menyebutkan, saat ini sudah dilaksanakan land clearing (pembersihan lahan) dan akan dilanjutkan dengan kegiatan penimbunan tanah. “Guna kelancaran pelaksanaan pembangunan tersebut, pemilik bangunan/gubuk pasir yang masih terdapat di area lokasi proyek dapat segera melaksanakan pembersihan bangunan/gubuk pasir miliknya.
Mengingat ketatnya jadwal pembangunan, kami memberikan batas akhir pembersihan bangunan/gubuk pasir 28 Oktober. Bila belum dibersihkan maka kontraktor yang akan membersihkan bangunan di area proyek tersebut,” kata Wayan dalam suratnya tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar