|
Kenapa Samidah merasa terbantu? Sebab, dengan pekerjaan suaminya sebagai petani, jarang mencukupi kebutuhan sekolah. Jangankan untuk sekolah, kebutuhan makan dan minum terpaksa harus gali dan tutup lubang. Makanya untuk mengganti seragam layak kalau sudah kekecilan rasanya sangat sulit. “Jangankan ganti seragam baru. Untuk bayar biaya sekolah saja harus nyicil. Untunglah pada tahun 2010 ini, seragam sekolah anak saya diberi gratis. Jadilah, mereka bersekolah dengan seragam lengkap,” katanya.
Lain Samidah, lain lagi Rahmad. Orang tua murid asal Kecamatan Sungai Kakap juga merasakan manfaat serupa. Anaknya yang duduk di bangku SMP juga memperoleh seragam gratis. ”Nambah semangat anak saya bersekolah. Saya merasa terbantu. Sebab, pekerjaan saya hanyalah sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan bapak, hanya sebagai nelayan dan berpenghasilan tak menentu,” katanya. “Adek bisa bayangkan bagaimana harus mencukupi kebutuhan seragam,” timpal dia. M. Yamin, nelayan asal Desa Sungai Kakap lainnya bertutur kalau dirinya punya enam orang anak merasa terbantu sekal. Bahkan anak ke empat dan ke limanya adalah kembar. Rana dan Rani (7 tahun) sekolah di SDN 39 Sungai Kakap, tidak jadi putus sekolah karena kekurangan biaya. "Bagaimana mungkin menyekolahkan anak dua orang sekaligus dengan pendapatan kurang pasti. Bantuan seragam yang kami terima sangat meringankan beban kami memenuhi pendidikan anak," katanya.
Ia bercerita, jika memasuki tahun ajaran baru dan memasukkan anaknya ke sekolah, tak jarang dirinya harus 'menggali lubang' atau berhutang kepada orang lain. "Kalaupun tidak saya terpaksa jual apapun untuk memenuhi tuntutan biaya. Kalau mengandalkan pendapatan hasil laut, tentu anak saya tidak bisa masuk sekolah," ungkapnya.Pun demikian yang dirasakan Attahriq, siswa kelas satu SDN 08 Sungai Kakap. Orang tuanya yang tidak memiliki pekerjaan tetap merasa seperti mimpi ketika anaknya pulang membawa seragam gratis dari Pemkab Kubu Raya. "Saya masih tidak percaya kalau seragam itu dibagikan secara cuma-cuma," ungkap Murni Jauhari, orang tua Attahriq.
Sama halnya yang dialami Viki Ahmad Dani, siswa SDN 58 Sungai Raya anak bungsu dari tiga bersaudara, putra Umar Dani yang kesehariannya hanya mendapatkan Rp20 ribu dari berjualan es keliling. "Kedua kakak Viki saja kalau tidak ada bantuan dari keluarga maupun tetangga, mungkin saja tidak bisa mengenyam bangku sekolah. Tapi Viki sangat beruntung, ketika masuk SD, sudah mendapatkan bantuan seragam gratis. Bahannya tidak jelek, malahan kalau saya beli sendiri, tentu uang saya tidak cukup," ungkap Umar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar